Bercerita adalah bagian dari peradaban manusia. Melalui cerita para pemimpin mampu menginspirasi dan mempengaruhi perilaku pengikutnya, bahkan dunia bisnis.
Menurut Annete Simmon, penulis buku “ The Story Factor”, bercerita merupakan cara terbaik bagi pemimpin untuk memotivasi anggota timnya. Simmons berpendapat bahwa para pebisnis seharusnya bisa melatih kemampuan mereka dalam bercerita karena mereka selalu dituntut untuk mempresentasikan ide bisnisnya kebanyak orang.
Menariknya, dalam bercerita, kita tidak pernah peduli soal fakta. Di alam bawah sadar kita, fakta lebih banyak membatasi imajinasi.
Orang-orang lebih senang menyakini apa yang disampaikan pemimpinnya, dan benar adanya, keyakinan terhadap cerita jauh lebih menggerakan tim daripada analisis dengan tumpukan data.
Tanpa cerita, nilai-nilai perusahaan tidak akan pernah bernilai. Sebaliknya, dengan cerita, nilai-nilai perusahaan menjadi lebih bernilai dan sangat personal.
Ini yang membuat “value” dari brand Appel dan Tesla melekat dibenak kita, karena ada cerita perjuangan Steve Jobs dan Elon Musk di sana.
Di koperasi, kita sangat jarang mendengar cerita yang hebat, bahkan sekalipun kita memiliki tokoh koperasi sekaliber Mohammad Hatta dan Raden Bei Aria Wirjaatmadja, tokoh-tokoh itu masih menjadi konsumsi para sejarawan .
Misalnya, jika di tanya anak muda hari ini, siapa tokoh koperasi modern yang menginspirasi? Tentu ini jadi pertanyaan yang sangat berat buat mereka, bahkan untuk penggiat koperasi yang lebih lama
Intinya, ketika koperasi mempunyai visi penting yang harus disampaikan keanggota, kita membutuhkan plot cerita untuk menyulap visi koperasi agar dapat dirasakan, dipahami, dan didengarkan oleh seluruh anggota kita. Bukan visi yang kaku, sistemik, berlebihan dan membosankan.
Untuk menonjol dan mendapatkan dukungan, koperasi kita perlu memikirkan kembali bagaimana cara kita berkomunikasi dengan calon dan anggota koperasi.
Berkomunikasi bukan berarti memperbanyak volume informasi yang tak ada habisnya. Karena informasi yang melimpah tidak akan menggerakan seseorang hingga informasi tersebut menjadi cerita yang sangat berarti bagi seseorang.
Jujur saja, kita menafsirkan data dan fakta di sekitar kita dengan perasaan-perasaan tertentu. Kita secara naruliriah menyaring fakta melalui cerita-cerita emosional yang kita ingat.
Dengan demikian, prinsip koperasi janganlah dipaparkan dengan poin-poin yang tanpa makna melalui presentasi “power point”, kita harus mampu menyisipkan prinsip-prinsip koperasi di dalam cerita yang dapat diterima oleh semua orang.
Simmons mengingatkan, “Sebuah cerita dapat menyampai fakta hingga masuk ke otak manusia. Jika anda tidak memberikan mereka cerita baru, mereka hanya akan memasukan fakta baru ke slot cerita pertama yang paling berkesan”.
Dari analisis Simmons, dapat dikatakan bahwa fakta, data, peristiwa baru hanya akan menegaskan kembali cerita-cerita yang telah mereka yakini sebagai pandangan dunia. Pada posisi ini, cerita-cerita koperasi yang buruk di benak masyarakat, perlu diganti cerita-cerita baru agar masyarakat juga dapat menerima fakta-fakta baru dari kemajuan koperasi di tanah air.
Merujuk pada saran Simmons, untuk mempengaruhi seseorang, fakta harus digabungkan dengan penyampaian cerita subjektif untuk memiliki dampak jangka panjang yang berarti. Yang artinya, ekosistem koperasi kita lebih butuh kisah sukses para pendiri koperasi daripada sosialisasi regulasi dan seminar-seminar teori koperasi.
oleh: Wildanshah