Oleh Anis Saadah (Managing Director ICCI dan Mahasiswa Magister Manajemen FEB UNSOED)
Pandemi dua-tiga tahun lalu terbukti telah mempercepat transformasi digital di berbagai sektor pada instansi pemerintah dan swasta. Kebijakan pembatasan sosial mengharuskan banyak aktivitas dilakukan secara daring. Transformasi digital yang awalnya dianggap sekedar nice to have, bergeser menjadi need to have. Dipaksa keadaan, daring menjadi pilihan.
Hal yang sama juga dilakukan Kementerian Koperasi dan UKM dengan program transformasi digital bagi koperasi melalui platform IDX COOP. IDX COOP menjadi platform yang menghubungkan/ mempertemukan koperasi dengan perusahaan-perusahaan penyedia teknologi (tech provider) yang relevan. Pada awal program, seluruh tech provider memberi fasilitas gratis untuk koperasi. Namun peluang itu ternyata tidak direspon baik oleh koperasi.
Transformasi digital pada koperasi bisa dibilang lebih lambat dibandingkan dengan entitas bisnis lainnya. Boleh jadi hal itu karena kepemimpinan yang kurang memiliki visi jangka panjang; Kesiapan untuk lebih transparan dan akuntabel dalam tata kelola; Atau bisa juga karena anggota koperasi didominasi Generasi X.
Di sisi lain, berbagai riset, literatur dan praktik memberi gambaran bahwa transformasi digital dapat menjadi daya ungkit bagi lembaga atau perusahaan. Pertanyaannya, adakah hal tersebut fakta atau mitos bagi koperasi di Indonesia?
Peluang dan Tantangan
Menurut survei (Kompas, 2021) dari 123 ribuan koperasi aktif, baru 906 atau 0,73% koperasi yang adopsi teknologi digital. Tentu hal ini menjadi PR, terutama bagi Pemerintah untuk mendorong percepatan dengan berbagai kebijakan dan program yang sesuai. Hal itu penting agar koperasi dapat mengambil nilai dari ekonomi digital Indonesia yang diperkirakan mencapai Rp 1.700 triliun pada tahun 2025 mendatang.
Semua riset dan pakar mengatakan digitalisasi membantu meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Dengan adopsi teknologi seperti SaaS, terhubung dengan pasar daring dan aplikasi lainnya, pelaku bisnis dapat menyederhanakan proses bisnisnya. Selain itu menghemat waktu serta sumber daya. Apa-apa yang tadinya manual, dapat diotomatisasi, sehingga efisien.
Hal lain yang perlu diperhatikan bahwa Indonesia tingkat penetrasi internet di Indonesia sangat tinggi. Data terbaru yang diterbitkan oleh We Are Social pada laporan “Digital Indonesia 2023”, menunjukkan bahwa jumlah pengguna internet meningkat tajam. Sekitar 77% dari populasi telah telah terhubung dengan internet. Di antara itu terdapat 64% masyarakat telah biasa belanja daring.
Lalu, pada sisi demografis, saat ini Generasi Millennial dan Zillennial mendominasi struktur penduduk Indonesia. Jika digabungkan. Generasi Millennial berjumlah 27,94% dan Zillennial berjumlah 25,87%, totalnya 53.81%. Artinya lebih dari separoh penduduk Indonesia berusia muda. Belum ditambah Generasi Alpha yang juga sudah akrab dengan gawai. Kedua generasi ini dinilai sangat tech savvy dan selalu terhubung dengan internet. Karakteristik mereka mempengaruhi seluruh lanskap bisnis, tentu juga koperasi. Artinya, koperasi harus hadir dalam gelombang itu, dengan layanan 24/7 dan hadir di ponsel-ponsel anggotanya.
Namun, sebagai badan usaha yang dimiliki anggota, koperasi di Indonesia memiliki karakteristik yang unik. Dalam survei (Firdaus Putra, 2022), ditemukan fakta sebanyak 50,07% SDM koperasi berusia 41-56 tahun (Generasi X). Yang tentu berbanding terbalik dengan demografi Indonesia saat ini. Padahal, hanya 39% generasi X yang memiliki literasi digital (Katadata, 2021). Boleh jadi hal itu yang menyebabkan mengapa transformasi digital di koperasi berjalan lambat.
Tantangan lainnya, sebagian besar koperasi di Indonesia berskala mikro, yakni sebanyak 82% (Kemenkop UKM, 2021). Keterbatasan sumberdaya, tata kelola belum profesional, serta implementasi tata kelola yang baik belum sepenuhnya berjalan. Selain itu, sebagian pihak mencurigai transformasi digital lambat karena teknologi meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. Dalam konteks itu, sebagian Pengurus atau Pengelola koperasi belum siap dengan konsekuensi tersebut. Boleh jadi keliru.
Praktik Baik
Ada kisah sukses digitalisasi dari Malang, Jawa Timur, yang dapat dicontoh koperasi lain. Namanya KAN Jabung, koperasi peternak sapi perah. Sejak 2009 di bawah kepemimpinan Hermawan Soepardjono, mereka lakukan digitalisasi. Koperasi ini berdiri sejak 1998 yang kini memiliki anggota 2.340 peternak dan petani. Peran koperasi terbukti memberi manfaat bagi anggota. Aneka layanan dan bisnis diselenggarakan seperti cek kesehatan ternak, penyediaan pakan, layanan simpan-pinjam, hingga hilirisasi produk: yoghurt, susu pasteurisasi dan lainnya.
Dulu proses bisnisnya manual. Padahal mereka memiliki 11 ribu ekor sapi. Hal itu menjadi sangat tidak efisien. Pencatatan dilakukan manual yang tentu saja take time. Serta sulit digunakan untuk basis pengambilan keputusan karena tidak ada integrasi data antar unit. Hal itu berdampak pada kebocoran keuangan. Proses bisnis manual itu menjadi masalah besar bagi mereka, yang menguatkan KAN Jabung melakukan transformasi digital.
Tahap pertama dilakukan dengan mendigitalisasi proses pencatatan di semua lini bisnis. Hasilnya, integrasi dan konsolidasi data dapat dilakukan dalam waktu singkat. Dalam platform digital yang dibangun mandiri, terbukti sistem tersebut dapat mengotomatisasi pekerjaan yang awalnya manual. Kini, dalam waktu kurang dari satu menit, Pengurus KAN Jabung dapat melihat data volume susu, pengambilan pakan ternak, pinjaman dan lain-lain.
Pada tahun 2019, dengan keberanian mengambil risiko dan melihat peluang, KAN Jabung memutuskan memberhentikan pembayaran secara tunai. Program cashless itu pada awalnya menjadi isu bagi sebagian besar anggota yang berusia di atas 40 tahun. Mereka merasa tidak familiar dengan ponsel dan layanan non tunai.
Sebelum cashless, sepuluh hari sekali peternak mengambil uang tunai ke kantor koperasi. Alhasil antrian mengular panjang yang harus dijaga ketat oleh pihak kepolisian. Sekarang hal itu tak lagi terjadi. Pengurus KAN Jabung berhasil mengubah perilaku anggota meski awalnya timbul banyak resistensi. Dengan keyakinan, konsistensi serta profesionalisme layanan, anggota sekarang menjadi terbiasa dengan sistem tersebut.
Selain perilaku tadi, ada isu lain soal pemilikan ponsel. Apa yang KAN Jabung lakukan adalah memberi subsidi pembelian ponsel. Namun masalah belum selesai, sebab sinyal internet tidak tersedia di semua titik rumah anggota. Jadilah mereka, tak tanggung-tanggung, investasi fiber optic secara mandiri.
Sekarang teknologi digital telah menjadi aktivitas sehari-hari di KAN Jabung. Pada 2019, hanya 300 anggota yang mengaktivasi aplikasi yang disediakan. Kini 80% anggota telah mengaktivasi aplikasi tersebut. Secara berangsur anggota merasakan manfaat aplikasi, layanan non tunai serta kemudahan dalam memantau hasil ternak secara real time.
Lesson Learned
Keberhasilan digitalisasi KAN Jabung tidak terlepas dari peran Hermawan Soepardjono selaku Ketua Pengurus. Dapat disebut ia merupakan pemimpin yang memiliki visi besar dan melihat peluang dalam teknologi digital. Selain itu, kepemimpinannya terbukti dalam menghadapi dan keberanian mengambil risiko. Bayangkan, saat anggota resisten dan anggaplah Pengurus surut dalam program transformasi digital, pasti KAN Jabung hari ini masih sama dengan puluhan tahun lalu. Ya, KAN Jabung Versi 1.0, manual.
Terbukti, kepemimpinan menjadi kunci sukses dalam transformasi digital. Kepemimpinan yang visioner dan tangguh dapat menggerakan seluruh sumberdaya, mengubah perilaku dan ujungnya meningkatkan produktivitas koperasi. Benar apa kata Josh Bersin, seorang analis bisnis dunia, “Digital transformation is not about technology at all. It’s about people”.
Kemudian soal usia anggota koperasi menghambat digitalisasi, juga terbukti keliru. Mitos anggota Generasi X tidak mampu menggunakan gawai dan aplikasi dapat dipatahkan oleh KAN Jabung. Faktanya, peternak yang tinggal di desa dengan akses internet terbatas, mampu beradaptasi dengan perubahan. Sejauh mereka merasakan manfaat nyata teknologi, adopsi dilakukan sukarela dan sukacita.
Digitalisasi KAN Jabung dilakukan pada core business mereka, yakni para proses bisnis peternakan sapi. Sehingga hal itu membuat perubahan radikal di sana. Efisiensi dan produktivitas usaha terjadi secara maksimal. Hal itu yang pada gilirannya mengungkit perkembangan dan pertumbuhan bisnis KAN Jabung saat ini.
Transformasi digital koperasi di Indonesia bukan pekerjaan mudah. Butuh kehendak kuat dari para pemimpinnya. Itulah mengapa disebut transformasi digital, yang bermakna perubahan mendasar yang dilakukan oleh organisasi dengan memanfaatkan teknologi digital untuk menyederhanakan proses, meningkatkan pengalaman pelanggan dan mendorong inovasi berkelanjutan (Jim Swanson, 2020).
KAN Jabung sudah membuktikan manisnya hasil kerja keras-cerdas transformasi digital. Lalu, koperasi Anda, kapan? []